DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Picu PHK, Kebijakan Koster Larang Produksi AMDK di Bawah 1 Liter Bertentangan dengan Upaya Lapangan Kerja Baru

image
Pakar Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Tadjuddin Noer Effendi (Foto: ANTARA)

ORBITINDONESIA.COM - Pakar Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Tadjuddin Noer Effendi menilai, gagasan Gubernur Bali I Wayan Koster yang melarang industri untuk memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah ukuran 1 liter dengan alasan sampah tidak masuk akal. Menurutnya, kebijakan itu hanya akan menambah angka pengangguran di Indonesia.

“Sebetulnya, kalau masalah sampah itu kan bisa dibicarakan secara baik-baik dengan perusahaannya. Artinya, sampah-sampah itu bisa dikumpulkan kemudian didaur ulang oleh perusahaan. Tapi, kalau dilarang-larang seperti itu pasti akan menimbulkan masalah baru dengan menambah angka pengangguran di Bali,” ujar Tadjuddin.

Apalagi, lanjutnya, hal itu dilakukan Gubernur Bali di tengah upaya pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja baru. “Jelas, apa yang dilakukan Gubernur Bali itu bertentangan dengan gagasan pemerintah yang malah berusaha menciptakan peluang kerja karena pengangguran, PHK, pabrik-pabrik dan tekstil banyak yang tutup,” katanya.

Baca Juga: Pelarangan Produksi AMDK di Bawah 1 Liter Munculkan Masalah Baru bagi Industri Daur Ulang Plastik di Bali

Jadi, menurutnya, Pemerintah Pusat bisa mengambil inisiatif memberikan jalan keluar bagi Pemerintah Daerah Bali dalam mengatasi masalah sampah di daerahnya tanpa memicu angka pengangguran di sana.

“Kalau memang banyak sampah di sana, kan bisa saja ditambah armadanya untuk mengumpulkan sampah, atau dicarikan jalan keluarnya bagaimana. Tapi, kan tidak dengan melarang-larang seperti itu,” ucapnya.

Dia juga mempertanyakan berapa ton sebenarnya sampah yang dihasilkan produk-produk AMDK itu di Bali, sehingga perlu dilakukan palarangan. Apalagi, menurut Tadjuddin, sampah-sampah dari AMDK itu sangat dibutuhkan para pemulung dan bisa didaur ulang juga.

Baca Juga: Kemenperin Pastikan Industri AMDK yang Miliki SNI Sudah Penuhi Standar Mutu dan Keamanan

“Kalau bisa didaur ulang, kan bisa dirembuk dengan pabriknya untuk bagaimana pabrik mendaur ulang itu. Apalagi itu kan penghasilan juga bagi para pemulung sampah di sana,” tukasnya.

Jadi, menurut dia, perlu diuji lagi, apakah benar  sampah-sampah AMDK itu mengganggu lingkungan dan seberapa besar dampaknya mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar yang disebabkan sampah ini. “Itu perlu diuji lagi kebenarannya. Kalau dikatakan sampai berton-ton, secara rasional kok itu tidak masuk akal,” tuturnya.

Sebab, lanjutnya, kalau sampahnya berton-ton, pasti para pemulung di sana sudah pada kaya-kaya semua. “Saya juga baru pulang dari Bali beberapa hari lalu, saya main-main di Sanur dan sebagainya. Tapi, saya lihat tidak ada di pantai itu kemasan-kemasan AMDK,” tambahnya.

Baca Juga: Berpotensi Dibatalkan, Klausul SE Pelarangan AMDK di Bawah 1 Liter Gubernur Bali Tak Merujuk Payung Hukum Tertinggi

Dia juga tidak percaya semua lembaga adat di Bali itu menyetujui kebijakan Gubernur Bali ini. Apalagi, katanya, acara-acara adat di Bali itu sangat membutuhkan AMDK ukuran di bawah 1 liter. “Biasanya, masyarakat adat itu sangat kuat untuk mempengaruhi kebijakan yang tidak sesuai dengan mereka. Kok ini malah takut ya sama pejabat daerahnya. Pertanyaan saya, ada apa ini?” cetusnya.

Halaman:

Berita Terkait