Beijing Sebut AS "Pengganggu Terbesar" Perdamaian di Laut China Selatan Karena Kerahkan Rudal
- Penulis : M. Ulil Albab
- Selasa, 12 Agustus 2025 13:25 WIB

ORBITINDONESIA.COM - China menyebut Amerika Serikat sebagai "pengganggu terbesar" perdamaian di Laut China Selatan karena mengerahkan rudal serta kekuatan angkatan laut dan udara besar-besaran ke kawasan itu.
Hal itu diungkapkan Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Senin, 11 Agustus 2025.
"AS telah menempatkan persenjataan ofensif di kawasan tersebut, termasuk rudal jarak menengah berbasis darat, dan berulang kali mengirimkan armada laut serta udara besar-besaran untuk melakukan pengintaian dan latihan militer di Laut China Selatan," kata Fu.
Baca Juga: Jepang dan Filipina Sepakat Perkuat Kerja Sama Pertahanan di Laut China Selatan
Dia juga menekankan bahwa AS belum menandatangani Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Terkait Terusan Panama, Fu menegaskan bahwa China selalu menghormati kedaulatan Panama dan mengakui netralitas permanen terusan itu sebagai jalur air internasional.
Menurut dia, AS "pamer kekuatan militer di depan pintu negara lain" untuk menciptakan ketidakstabilan demi agenda geopolitiknya sendiri.
Baca Juga: Guru Besar UI Arie Afriansyah: Kode Perilaku di Laut China Selatan Masih Belum Disepakati
Fu mendesak AS untuk "melakukan introspeksi serius dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai kekuatan besar dengan itikad baik."
Dia juga mengecam "standar ganda" dan "penerapan selektif" UNCLOS. "Kita harus menjaga tatanan maritim internasional yang berlandaskan hukum internasional, menafsirkan dan menerapkan UNCLOS secara utuh dan tulus, serta menolak standar ganda," katanya.
Fu menekankan bahwa UNCLOS adalah instrumen hukum komprehensif yang mengatur samudra dan laut, dan mendorong peningkatan kerja sama internasional dalam penegakan hukum terhadap "kejahatan maritim."
Baca Juga: Beijing Protes Filipina yang Peringati Putusan Mahkamah Arbitrase 2016 Atas Laut China Selatan
Dia juga menyerukan penyelesaian damai sengketa wilayah dan hak maritim melalui konsultasi langsung di antara pihak-pihak terkait, serta memperkuat tata kelola global untuk menghadapi tantangan, seperti perlindungan lingkungan laut, perubahan iklim, dan kenaikan permukaan laut.