DECEMBER 9, 2022
Kolom

Deklarasi New York: Mengembalikan Jalur Gaza Menuju Negara Palestina atau Menjual Ilusi?

image
Warga Gaza yang mengungsi dan jadi korban serangan Israel (Foto: Xinhua)

Oleh Prof. Dr. Mohsen Mohammad Saleh*

ORBITINDONESIA.COM - Deklarasi New York mengenai penyelesaian damai atas masalah Palestina dan penerapan solusi dua negara, meskipun berupaya menghidupkan kembali dukungan global terhadap solusi dua negara dan menghentikan perang di Jalur Gaza, juga menimbulkan keraguan besar tentang kemungkinan penerapan nyata di lapangan serta mengatasi hambatan yang telah menghambatnya selama 32 tahun sejak Perjanjian Oslo.

Upaya untuk menggalang dukungan internasional yang lebih luas terhadap proyek ini juga disertai dengan sejumlah konsesi—yang oleh sebagian besar rakyat Palestina dianggap tidak dapat diterima—terutama terhadap perlawanan dan perannya dalam kemitraan efektif dalam pengambilan keputusan Palestina tanpa campur tangan atau dikte dari luar.

Baca Juga: Ikon Pop Madonna Mohon Paus Leo XIV Turun Tangan Langsung Bantu Anak-Anak di Gaza

Konferensi internasional di bawah naungan PBB yang diadakan pada 28–30 Juli 2025 membentuk delapan kelompok kerja untuk menyempurnakan ide dan rancangan resolusi terkait solusi dua negara secara politik, ekonomi, keamanan, dan keuangan. Deklarasi New York dikeluarkan dengan partisipasi 17 negara, ditambah Uni Eropa dan Liga Arab.

Di sela-sela konferensi, Menteri Luar Negeri Prancis juga mengumumkan bahwa 15 negara Eropa berniat mengakui Negara Palestina dan menyerukan negara lain yang belum mengakuinya untuk ikut bergabung. Dari 15 negara ini, terdapat 9 negara yang belum mengakui, namun menyatakan kesiapan atau ketertarikan untuk melakukannya.

Indikasi Positif

Baca Juga: Prancis Tegaskan Pendudukan Militer Israel di Jalur Gaza Akan Jadi Bencana

Deklarasi ini membawa beberapa tanda positif, di antaranya:

1. Menggalang kekuatan internasional untuk mendukung solusi dua negara dan mendirikan negara Palestina merdeka berdasarkan garis gencatan senjata sebelum perang Juni 1967. Terlepas dari pendapat penulis terhadap solusi dua negara, dukungan internasional ini bisa meningkatkan tekanan terhadap pendudukan Israel yang selama ini justru mengabaikan solusi ini dan sibuk menghapus isu Palestina melalui rencana "penyelesaian akhir" berupa aneksasi wilayah Palestina yang tersisa dan Yahudisasi wilayah tersebut; serta mengusung ide "perdamaian demi perdamaian" atau "perdamaian dengan kekuatan".

2. Bergabungnya sejumlah negara besar Eropa dan sekutu klasik pendukung Israel—untuk pertama kalinya—dalam mendukung pengakuan terhadap Negara Palestina dan penerapan solusi dua negara, termasuk Prancis, Inggris, Jerman, Kanada, dan Australia. Hal ini meningkatkan isolasi dan tekanan internasional terhadap entitas Israel.

Baca Juga: Juru Bicara PBB Stephane Dujarric: Data Kementerian Kesehatan Gaza tentang Kelaparan Valid

3. Penolakan terhadap agresi Israel di Gaza, kecaman terhadap serangan terhadap warga sipil, tuntutan penghentian perang, pengiriman bantuan kemanusiaan, penolakan pengusiran paksa, penghentian kelaparan, serta seruan untuk rekonstruksi dan pemulihan layanan seperti listrik, air, dan bahan bakar. Penekanan pada peran UNRWA juga berarti menggagalkan sebagian besar rencana Israel di Jalur Gaza.

Halaman:

Berita Terkait